Bismillaah
Pernah
nggak waktu duduk di bangku SD, guru kita mengajarkan cara rumus A. Next, di
rumah kita ada PR dan diajarkan oleh orang tua dengan memakai rumus B padahal
hasilnya sama dengan menggunakan rumus A namun kita malah bilang ke orang tua
begini, “guru aku ga ngajarin seperti ini. caranya beda. Pokoknya aku mau cara
yang diajarkan sama bu guru di sekolah titik.”
Pernah?
Pasti pernah.
So,
kesimpulannya adalah guru SD adalah guru yang paling benar sedunia (kata anak
SD). Terbukti kan apa yang dibilang sama guru pasti diikutin sama anak SD. Bahkan
orang tua pun ditentang sedemikian rupa. Pokoknya guru itu selalu benar, apalagi kalo gurumu wanita, kelar hidup lo. See! Namun ironisnya, ga semua kok apa
yang dibilang sama guru SD itu always right. Pasti ada salah-salahnya. Yaahh,
namanya juga manusia ga luput dari khilaf dan dosa. Punya rasa dan punya hati. Jangan
samakan dengan pisau belati. Nah, kalau seperti itu gimana urusannya ya?
Cerita
sedikit nih. Dulu waktu saya SD, pernah guru saya memberikan tugas matematika. Sebagai
seorang siswa yang baik hati, saya pun mengerjakan tugas itu dengan bantuan
orang tua. Kemudian, pada hari yang telah ditentukan saya mengumpulkan tugas
tersebut dan dikoreksilah bersama-sama dengan guru dan bala siswanya. Ternyata pemirsah,
jawaban yang saya berikan itu berbeda dengan teman-teman saya. Apa perasaan
saya? Sedih pemirsah, syedih sesyedih sediihnyaa. Sepertinya itu masalah
terberat saya waktu di bangku SD. Matematika.
Sesampainya
di rumah saya langsung dipalak sama orangtua, “mana PR nya?”. Saya memberikan
PR dengan nilai yang tidak ramah itu. Mata orang tua saya pun terbelalak. “Apaaaaaaaaa!!!
Kenapa bisa seperti ini? Besok kamu protes sama guru kamu itu kalau jawabannya
seperti ini seperti ini caranya bla bla bla”. Keesokan harinya, sayapun protes
kepada guru saya dengan mereply ulang seperti yang orang tua jelaskan. Guru saya
pun mengiyakan saja, dan kemudian membuat keputusan bahwa jawabannya ada dua
versi yang semuanya benar padahal angkanya berbeda. Hhmm, baique lah kalo
begitu. Usut punya usut, guru tersebut telah memberikan les dengan soal yang
sama dengan PR tersebut untuk beberapa siswa. Yang tidak ikut les termasuk saya
ya beginilah nasibnya, nanya orang tua atau berpikir sendiri. The end.
Okey lanjut
ke intinya adalah guru itu harus open minded (ngomong sama diri sendiri). Jika ada
siswa yang memkritisi guru mengenai jawaban, terima dulu saja, sambal kita
mengoreksi dulu ni jawaban yang benar, cari referensi sebanyak-banyaknya, atau Tanya
teman sejawat. Zaman sekarang mah tinggal gerakkin jari udah bisa cari semua
yang diingintahukan. Ketika udah yakin bahwa guru benar dan didukung oleh
sumber data yang valid dan terpercaya, barulah guru jelaskan dengan baik-baik
ke ortu siswa atau siswanya. Namun sebaliknya jika guru yang salah, so ga ada salahnya
kan untuk meminta maaf dan berbesar hati kepada orangtua siswa. Dan itu juga
menunjukkan keprofesional bagi guru yang cemerlang seperti Anda, Anda, dan
Anda. Buatlah catatan besar-besar, “KRITIK adalah SAYANG yang TERTUNDA”.
Buat diri peribadi enih semoga semakin baik ke depannya.
RUANG
BELAJAR GITA
23 Januari
2019